INTELNEWS.CO.ID, Tator—Kopi jenis arabika dari Kabupaten Toraja utara dan Tana Toraja sejak dahulu sudah terkenal hingga kemanca negara karena mempunyai cita rasa yang khas. Karena itu kopi jenis ini merupakan tanaman unggulan lokal dari daerah ini untuk ekspor maupun perdagangan dalam negeri.
Tanaman ini tumbuh optimum pada ketinggian 900 s/d 2000 mtr diatas permukaan laut. Wilayah penghasil kopi arabika yang sudah terkenal selama ini ada di 6 kecamatan di kabupaten Toraja
Utara yaitu Baruppu ‘ Buntu pepasan , Rindingallo, Awan, Kapala Pitu dan Sesean Suloara’ dan 4 Kecamatan dikabupaten Tana Toraja yaitu Bittuang, Saluputti, Mengkendek dan Gandasil.
Kopi arabika yang ditanam oleh petani selama ini ada dua jenis yaitu kopi tipika ( asli ) Toraja dan varietas baru seperti jenis jember, Lini S, USDA dan KT. Dari segi produktifisitas jenis tipika agak kurang dibanding jenis jember, namun cita rasanya jauh lebih baik kopi tipika dan harganya lebih mahal.
Petani selama ini lebih banyak menanam jenis jember karena lebih cepat berbuah dan produksinya lebih tinggi. Namun dengan aplikasi teknologi nuklir untuk peningkatan mutu kopi tipika, maka masalah kualitasnya dapat ditingkatkan. Percobaan tahun 2011 dengan radiasi multigamma memperlihatkan hasil rekayasa genetik tersebut sangat signifikan dengan cita rasa yang semakin harum.
Bulan desember 2016 sudah diuji oleh ahli cup test dari makasar yang menyatakan bahwa kualitas hasil kopi rekayasa genetik yang ditanam tahun 2011 ternyata sangat baik bahkan sampai dengan 20 menit sesudah diminun masih terasa di lidah. Dalam acara lelang kopi arabika yang diselenggarakan oleh asosiasi kopi Spesialisasi Indonesia ( AKSI ) bulan oktober 2012 di Surabaya ternyata kopi arabika dari Toraja Utara mencapai harga tertinggi yaitu US $ 45 per kg, sedangkan dari duri kabupaten Enrekang hanya US $ 8 per kg. Demikian juga dalam acara lelang kopi di bali bulan desember 2016 kopi arabika Toraja tetap terlaris dengan harga mencapai Rp. 300.000 per kg.
Walaupun demikian sangat disayangkan bahwa komuditi ini kurang berkembang karena belum ada penanganan yang serius. Petani umumnya kurang menguasai budidaya, teknik panen dan pengolahan paska panen. Sebenarnya sebenarnya jika kopi tanduk tersebut diolah jadi kopi beras kadar air 13 0/0 harganya mencapai Rp.150.000 per kg yang selama ini hanya dinikmati para pedagang.
Dengan promosi kopi Toraja dimedia televisi, harga kopi mulai naik secara signifikan sehingga awal september sudah mencapai Rp. 25000 per liter untuk kopi tanduk.Kondisi harga yang baik berdampak pada motivasi petani mengusahakan kopi. Mekanisme pasar yang belum terkendali karna itu petani selalu dalam posisi tawar yang sangat lemah.
Ironisnya bahwa selama ini masih berlangsung praktek spekulasi pedagang yaitu mengangkut kopi arabika dari kabupaten sinjai, mamasa dan Enrekang lalu dicampur dengan kopi asal toraja untuk dijual berlabel kopi toraja. prakter curang pedagang tersebut menjatuhkan reputasi kopi arabika asli Toraja.
Oleh karena itu sulusi perkopian di Toraja harus ditangani secara tuntas dari hulu sampai hilir.
Sumber: Ir. Palulun Boroh