Quo Vadis Papua Tanah Damai

oleh -7 views
oleh

Papua berkembang pesat selama 10 tahun terakhir. Pembangunan ini membuka isolasi masyarakat pedalaman Papua, dimana Orang Asli Papua (OAP) bisa memanfaatkan kendaraan bermotor, tanpa harus menempuh jarak berhari – hari untuk sampai tujuan. Pembangunan tidak hanya berfokus pada akses jalan, fasilitas pendidikan seperti pembangunan sekolah, fasilitas kesehatan dengan pembangunan rumah sakit dan penyediaan tenaga kesehatan sampai ke pelosok Papua menjadi fokus pembangunan Pemerintah dengan dukungan dana Otonomi Khusus pemekaran provinsi Papua.

Disisi lain Papua menjadi wilayah dengan sejarah konflik bersenjata terlama di Indonesia. Konflik antar suku maupun konflik akibat perbuatan KST Papua yang ingin memisahkan diri dari Indonesia menimbulkan dampak kekerasan, penindasan, pembunuhan, pengungsian, yang berakibat pada ketidakharmonisan masyarakat Papua.

Keuskupan terus menghimbau agar masyarakat Papua baik OAP maupun pendatang untuk terus bersama-sama hidup dalam damai membangun semangat kekeluargaan yang baik. Untuk menciptakan kedamaian di tanah Papua haruslah berdoa kepada Tuhan, karena yang mempunyai damai adalah Tuhan sendiri. Meminta kepada Tuhan agar diberikan damai dan ikuti kehendak Tuhan. Quo Vadis Papua Tanah Damai adalah manuasia dan tanah papua akan menikmati hidup dalam sejahtera.

Gereja Keuskupan Jayapura merumuskan misi dalam mewujudkan Papua Damai yakni mengajak jemaat Gereja Katolik untuk ikut membangun di semua aspek kehidupan, baik aspek rohani dan kemanusian untuk menanggapi permasalahan yang ada sampai menciptakan Papua Tanah Damai, seperti ikut terlibat dalam mengelola pendidikan, mendirikan poliklinik rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan untuk masyarakat Papua.

Selain itu, Gereja ikut mendorong terbentuknya dialog kerjasama dengan Pemerintah, tokoh agama, gereja lain, agama lain, dan masyarakat lainnya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dan mencari jalan mewujudkan Papua damai. Dengan demikian, pendekatan ini perlu dilakukan dengan tetap menghargai kebudayaan OAP, sehingga konflik-konflik sosial yang terjadi di Papua segera terselesaikan dan tidak mengganggu kedamaian Papua. Keuskupan akan terus bicara terkait perjuangan kemanuasiaan, harkat martabat manusia, dan keadilan. Baik dimanapun itu tidak hanya di Papua karena itu adalah panggilan gereja.